Total Tayangan Halaman

Rabu, 20 Maret 2013

MAKALAH SISTEM PEMILIHAN UMUM DI DUNIA


MAKALAH
SISTEM PEMILIHAN UMUM DI DUNIA

Disusun Oleh:
1.      Mohammad Ali HasanTualeka           3301412077
2.      Tika Indriani                                       3301412080
3.      Ginawan Rianto                                  3301412102
4.      Zuliya Loka Sari                                 3301412081
5.      Zakiyatul Fakhiroh                              3301412112
6.      Yosi Setiaji                                          3301412064
7.      Intan Nur Suciani                                3301412070
8.      Atmini                                                 3301412058
9.      Gesti Aprilia                                        3301412090
10.  Junandi                                                3301412111

JURUSAN POLITIK DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN

Pemilihan umum adalah sebuah konsekuensi dari pemerintahan yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia dan Amerika. Pemilihan umum melibatkan seluruh lapisan masyarakat suatu negara yang memiliki hak yang sama, yaitu setiap masyarakat yang telah memenuhi persyaratan dalam pemilu berhak untuk memilih dan dipilih dan hasilnya berdasarkan perolehan suara tertinggi, pemilihan umum dilakukan sebagai upaya untuk mencapai sebuah suara politik warga negara yang diharapkan nantinya menghasilkan berbagai kepentingan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
Dikebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum di anggap lambang sekaligus tolak ukur dari demokrasi itu. Hasil pemilihan umum yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan dengan akurat partisipasi serta aspiras imasyarakat. Sekalipun demikiannya tersebut, disadari bahwa pemilihan umum tidak merupakan satu-satunya tolak ukur dan perlu dilengkapi dengan pengukuran beberapa kegiatan lain bersifat berkesinambungan, seperti partisipasi dalam kegiatan partai, lobbying, dan sebagainya.
Di banyak negara Dunia Ketiga beberapa kebebasan seperti yang dikenal di dunia Barat kurang diindahkan atau sekurang-kurangnya diberi tafsiran yang berbeda. Dalam situasi semacam ini, setiap analisis mengenai hasil pemilihan umum harus memperhitungkan faktor kekurang bebasan itu serta kemungkinan adanya faktor mobilisasi yang sedikit banyak mengandung unsur paksaan




BAB II
RUMUSAN MASALAH

1.      Menjelaskan mengenai pengertian sistem pemilihan umum.
2.      Menjelaskan macam-macam sistem pemilihan umum yang ada di dunia.
3.      Menjelaskan tentang penerapan sistem pemilihan umum di beberapa negara.

















BAB III
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Sistem Pemilihan Umum
Sebelum memahami definisi sistem pemilihan umum, perlu juga mengetahi pengertian dari sistem, sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi untuk mencapai suatu tujuan. Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu set entitas yang berinteraksi, di mana suatu model matematika sering kali bisa dibuat. Kemudian pemilhan umum adalah sebuah konsekuensi dari pemerintahan yang menganut sistem demokrasi, Pemilihan umum juga melibatkan seluruh lapisan masyarakat suatu negara yang memiliki hak yang sama, yaitu setiap masyarakat yang telah memenuhi persyaratan dalam pemilu berhak untuk memilih dan dipilih dan hasilnya berdasarkan perolehan suara tertinggi, pemilihan umum dilakukan sebagai upaya untuk mencapai sebuah suara politik warga negara yang diharapkan nantinya menghasilkan berbagai kepentingan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
 Sistem Pemilihan Umum adalah metode yang mengatur dan memungkinkan warganegara memilih para wakil rakyat diantara mereka sendiri. Metode berhubungan dengan prosedur dan aturan merubah ( mentransformasi  ) suara ke kursi di lembaga perwakilan dan suara rakyat dalam memilih pemimpin negara. Mereka sendiri maksudnya yang memilih maupun yang hendak dipilih merupakan bagian dari satu entitas yang sama. Kualitas suatu sistem pemilu lebih banyak memang terletak pada nilai demokratis didalamnya,  dalam artian hanya terkait dengan bagaimana pemilu dapat memberikan hak kepada setiap pemilih untuk memberikan suaranya sesuai dengan keyakinan pilihannya, dan bagaimana setiap kontestan pemilihan akan memperoleh dukungan secara adil, yaitu peluang yang sama bagi setiap kandidat untuk meraih kemenangan.
B.     Macam - Macam Sistem Pemilihan Umum di Dunia
Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum, akan tetapi umumnya berkisar pada beberapa prinsip pokok, yaitu :
1.      Single Member Constituency /  Sistem Distrik..
2.      Multi Member Constituency ( dinamakan Proportional Representation / Sistem Perwakilan Berimbang ).
Namun demikian, terdapat juga sistem dimana gabungan dari kedua sistem pokok tersebut serta ada beberapa sistem lainnya.



a.       Single Member Constituency /  Sistem Distrik.
Dalam sistem ini satu wilayah kecil (distrik pemilihan) memilih satu wakil tunggal atas dasar pluralitas (suara terbanyak). Sistem ini merupakan sistem pemilihan yang paling tua dan didasarkan atas kesatuan geografis. Setiap kesatuan geografis (yang biasanya disebut distrik karena kecilnya daerah yang diliputi) mempunyai satu wakil dalam dewan perwakilan rakyat. Untuk keperluan itu negara dibagi dalam sejumlah besar distrik dan jumlah wakil rakyat dalam  dewan perwakilan rakyat ditentukan oleh jumlah distrik. Calon yang dalam satu distrik memperoleh suara yang terbanyak menang, sedangkan suara-suara yang ditujukan kepada calon-calon lain dalam distrik itu dianggap hilang dan tidak diperhitungkan lagi, bagaimana kecil pun selisih kekalahannya. Sistem ini sering digunakan di Negara yang memiliki sistem dwi-partai seperti Inggris dan bekas jajahannya ( Amerika, India dan Malaysia ).

Kelebihan sistem distrik, yaitu :
1.    Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk distrik, sehingga hubungannya dengan penduduk distrik lebih erat. Dengan demikian dia akan lebih terdorong untuk memperjuangkan kepentingan distrik. Lagipula, ke dudukannya terhadap partainyaakan lebih bebas, oleh karena dalam pemilihan semacam ini faktor personalitas dan kepribadian seseorang merupakan faktor yang penting.
2.    Sistem ini lebih mendorong ke arah integrasi partai-partai politik karena kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu. Hal ini akan mendorong partai-partai untuk menyisihkan perbedaan-perbedaan yang ada dan mengadakan kerja sama. Disamping kecenderungan untuk membentuk partai baru dapat sekedar dibendung, sistem ini mendorong ke arah pe nyederhanaan partai tanpa diadakan paksaan. Maurice Du verger berpendapat bahwa dalam negara seperti Inggris dan Amerika sistem ini telah memperkuat berlangsungnya sistem dwi partai.
3.    Berkurangnya partai dan meningkatnya kerjasama antara partai-partai mempermudah terbentuknya pemerintah yang stabil dan mempertingkat stabilitas nasional.
4.    Sistem ini sederhana dan murah untuk diselenggarakan.
Disamping kelebihan, sistem distrik juga memiliki kelemahan, yaitu :
1.    Sistem ini kurang memperhitungkan adanya partai-partai kecil dan golongan minoritas, apalagi jika golongan ini terpencar dalam beberapa distrik.
2.    Sistem ini kurang representatif dalam arti bahwa calon yang kalah dalam suatu distrik, kehilangan suara-suara yang telah mendukungnya. Hal ini berarti bahwa ada sejumlah suara yang tidak diperhitungkan sama sekali; dan kalau ada beberapa partai yang mengadu kekuatan, maka jumlah suara yang hilang dapat men capai jumlah yang besar. Hal ini akan dianggap tidak adil oleh golongan-golongan yang merasa dirugikan.
3.    Muncul kemungkinan wakil terpilih cenderung lebih mementingkan kepentingan distriknya dibandingkan kepentingan nasional.
Beberapa varian sistem pemilu yang lebih dekat ke sistem distrik :
Ø Block Vote ( BV )
Sistem ini adalah penerapan pluralitas suara dalam distrik dengan lebih dari 1 wakil. Pemilih punya banyak suara sebanding dengan kursi yang harus dipenuhi di distriknya, juga mereka bebas memilih calon terlepas dari afiliasi partai politiknya.Mereka boleh menggunakan banyak pilihan atau sedikit pilihan, sesuai kemauan pemilih sendiri.
Ø Alternative Vote ( AV )
Alternate Vote (AV) sama dengan Sistem Pemilu Distrik sebab dari setiap distrik dipilih satu orang wakil saja. Bedanya, dalam AV pemilih melakukan ranking terhadap calon-calon yang ada di surat suara (ballot). Misalnya rangking 1 bagi favoritnya, rangking 2 bagi pilihan keduanya, ranking 3 bagi pilihan ketida, dan seterusnya. Oleh sebab itu memungkinkan pemilih mengekspresikan pilihan mereka di antara kandidat yang ada, daripada hanya memilih 1 saja seperti di sistem distrik.
Ø Two Round Sistem ( TRS )
Two Round Sistem (TRS) adalah sistem pemilu yang juga didasarkan pada pluralitas/mayoritas di mana proses pemilu tahap 2 akan diadakan jika pemilu tahap 1 tidak ada yang memperoleh suara mayoritas yang ditentukan sebelumnya (50% + 1). TRS menggunakan sistem yang sama dengan sistem distrik / sistem BV. Dalam TRS, calon atau partai yang menerima proporsi suara tertentu memenangkan pemilu, tanpa harus diadakan putaran ke-2. Putaran ke-2 hanya diadakan jika suara yang diperoleh pemenang tidak mayoritas.
b.      Multi Member Constituency ( dinamakan Proportional Representation / Sistem Perwakilan Berimbang ).
Dasar pemikiran Proporsional adalah kesadaran untuk menerjemahkan penyebaran suara pemilih bagi setiap partai menurut proporsi kursi yang ada di legislatif. Dalam sistem ini, satu wilayah danggap sebagai satu kesatuan, dan dalam wilayah itu jumlah kursi dibagi sesuai jumlah suara yang diperoleh oleh para kontestan, secara nasional, tanpa menghiraukan distribusi suara itu. Dalam sistem ini setiap suara dihitung, dalam arti bahwa suara lebih yang diperoleh oleh sesuatu partai atau golongan dalam suatu daerah pemilihan dapat ditambahkan pada jumlah suara yang diterima oleh partai atau golongan itu dalam daerah pemilihan lain. untuk menggenapkan jumlah suara yang diperlukan guna memperoleh kursi tambahan. Jika sistem distrik sering digunakan di negara yang menganut sistem dwi-partai, maka sistem proposional banyak digunakan di negara yang menganut sistem banyak partai seperti Belanda, Italia, Swedia, Belgia dan di negara Indonesia sendiri.
Sistem pemilu Proporsional terbagi 2, yaitu Proporsional Daftar dan Single Transferable Vote (STV).

Ø Proporsional Daftar
Dalam sistem ini setiap partai memuat daftar calon-calon bagi setiap daerah/distrik pemilihan.Calon diurut berdasarkan nomor (1, 2, 3, dan seterusnya). Pemilih memilih partai, dan partai menerima kursi secara proporsional dari total suara yang dihasilkan. Calon yang nantinya duduk diambil dari yang ada di daftar tersebut. Jika kursi hanya mencukupi untuk 1 calon, maka calon nomor urut 1 saja yang masuk ke parlemen.
Ø Single Transforable Vote ( STV )
STV menggunakan satu distrik lebih dari satu wakil, dan pemilih merangking calon menurut pilihannya di kertas suara seperti pada Alternate Vote. Dalam memilih, pemilih dibebaskan untuk merangking ataupun cukup memilih satu saja. Sistem ini dipakai di Malta dan Republik Irlandia.
Kekurangan dari Sistem Proporsional
1.    Sistem ini mempermudah fragmentasi partai dan timbulnya par­tai-partai baru. Sistem ini tidak menjurus ke arah integrasi ber­macam-macam golongan dalam masyarakat; mereka lebih cen­derung untuk mempertajam perbedaan-perbedaan yang ada dan kurang terdorong untuk mencari dan memanfaatkan persamaan-­persamaan. Umumnya dianggap bahwa sistem ini mempunyai akibat memperbanyak jumlah partai.
2.    Wakil yang terpilih merasa dirinya lebih terikat kepada partai dan kurang merasakan loyalitas kepada daerah yang telah memilih­nya. Hal ini disebabkan oleh karena dianggap bahwa dalam pe­milihan semacam ini partai lebih menonjol peranannya daripada kepribadian seseorang. Hal ini memperkuat kedudukan pimpin­an partai.
3.    Banyaknya partai mempersukar terbentuknya pemerintah yang stabil, oleh karena umumnya harus mendasarkan diri atas koalisi dari dua partai atau lebih.
Disamping kekurangan, sistem ini juga memiliki kelebihan, yaitu :
1.    Secara konsisten mengubah setiap suara menjadi kursi yang dimenangkan, dan sebab itu menghilangkan “ketidakadilan” seperti sistem yang didasarkan pada mayoritas yang “membuang” suara kalah.
2.    Mewujudkan formasi calon dari partai-partai politik atau yang kelompok yang “satu ide” untuk dicantumkan di daftar calon, dan ini mengurangi perbedaan kebijakan, ideologi, atau kepemimpinan dalam masyarakat.
3.    Mampu mengangkat suara yang kalah (bergantung Threshold).
4.    Memfasilitasi partai-partai minoritas untuk punya wakil di parlemen.
5.    Membuat partai-partai politik berkampanye di luar “basis wilayahnya.”
6.    Memungkinkan tumbuh dan stabilnya kebijakan, oleh sebab Proporsional menuntun pada kesinambungan pemerintahan, partisipasi pemilih, dan penampilan ekonomi.
7.    Memungkinkan partai-partai politik dan kelompok kepentingan saling berbagi kekuasaan.
c.       Gabungan dari Kedua Sistem ( Distrik dan Proporsional )
Gabungan dari sistem distrik dan proporsional sering disebut dengan sistem campuran/mixed sistem. Sistem Campuran bertujuan memadukan ciri-ciri positif yang berasal dari sistem distrik ataupun Proporsional. Dalam sistem campuran, terdapat 2 sistem pemilu yang jalan beriringan, meski masing-masing menggunakan metodenya sendiri. Suara diberikan oleh pemilih yang sama dan dikontribusikan pada pemilihan wakil rakyat di bawah kedua sistem tersebut. Satu menggunakan sistem distrik dan lainnya adalah Proporsional Daftar. Terdapat dua bentuk sistem campuran, yaitu :
Ø Mixed Member Proportional ( MMP )
Disebut MMP Jika hasil dari dua sistem pemilihan dihubungkan, dengan alokasi kursi di sisi sistem Proporsional bergantung pada apa yang terjadi di sistem distrik. kursi sistem Proporsional dianugrahkan bagi setiap hasil yang dianggap tidak proporsional. MMP digunakan di Albania, Bolivia, Jerman, Hungaria, Italia, Lesotho, Meksiko, Selandia Baru, dan Venezuela.
Ø Paralel
Jika 2 perangkat sistem pemilihan tidak betrhubungan dan dibedakan, dan satu sama lain tidak saling bergantung. Komponen Proporsional tidak mengkompensasikan sisa suara bagi distrik yang menggunakan sistem distrik. Pada sistem Paralel, seperti juga pada MMP, setiap pemilih mungkin menerima hanya satu surat suara yang digunakan untuk memilih calon ataupun partai (Korea Selatan) atau surat suara terpisah, satu untuk kursi sistem distrik dan satunya untuk kursi Proporsional (Jepang, Lithuania, dan Thailand).
d.      Sistem Lainnya
Ø  Single Non Transferable Vote ( SNVT )
Di dalam SNTV, setiap pemilih memiliki satu suara bagi tiap calon, tetapi (tidak seperti Distrik) adalah lebih dari satu kursi yang harus diisi di tiap distrik pemilihan. Calon-calon dengan total suara tertinggi mengisi posisi. SNTV digunakan di untuk pemilihan badan legislatif di Afghanista, Yordania, Kepulauan Pitcairn dan Vanuatu, untuk pemilihan Dewan Perwakilan Daerah di Indonesia dan Thailand, serta 176 dari 225 kursi di Taiwan yang menggunakan sistem Paralel.
Ø  Borda Count
Borda Count adalah sistem yang digunakan di Nauru (sebuah negara di Pasifik). Sistem ini adalah sistem pemilihan preferensi dimana pemilih merangking kandidat seperti pada Altenative Vote. Ia dapat digunakan pada distrik dengan satu atau lebih wakil. Hanya satu yang dipilih, tidak ada eliminasi. Rangking pertama diberi nilai 1, ranking kedua diberi nilai 1/2 , rangkin ketiga diberi nilai 1/3 dan seterusnya. Kandidat dengan total nilai tertinggi dideklarasikan sebagai pemenang.
C.    Beberapa Negara Dengan Sistem Pemilunya
1.    Amerika Serikat
Secara umum, Pemilu Amerika Serikat menganut sistem pemilu Distrik seperti yang sudah dipaparkan diatas, namun secara rinci dijelaskan sebagai berikut.
Amerika Serikat menggelar pemilihan pada setiap tahun genap di wilayah federal dan sebagian besar negara bagian serta lokal untuk berbagai jabatan pemerintahan di AS. Beberapa negara bagian dan wilayah lokal mengadakan pemilihan setiap tahun ganjil. Setiap empat tahun, warga Amerika memilih seorang presiden dan wakilnya. Sedangkan setiap dua tahun, warga Amerika memilih ke 435 anggota DPR AS dan kira-kira sepertiga dari 100 anggota Senat Amerika Serikat. Masa bakti setiap senator enam tahun. Ada dua ragam dasar pemilu AS, pemilihan pendahuluan dan pemilihan umum. Pemilihan pendahuluan dilakukan sebelum pemilihan umum untuk menentukan calon-calon dari partai yang akan maju untuk pemilihan umum. Para calon yang menang dalam pemilihan pendahuluan selanjutnya mewakili partainya dalam pemilu.

a.       Pemilihan Presiden
Setiap empat tahun, pemilu untuk presiden AS digelar pada Selasa pertama setelah Senin pertama bulan November. Berikut adalah tahapan pemilu presiden Amerika Serikat:
·         Negara-negara bagian melakukan pemilihan pendahuluan atau kaukus untuk menentukan calon-calon dari partai yang akan mengikuti konvensi nasional.
·         Konvensi nasional, suatu ajang dimana calon-calon partai hasil kaukus akan diseleksi dan salah satunya kemudian ditetapkan sebagai kandidat presiden.
·         Kampanye dan pemilu. Calon dari setiap partai akan berkampanye ke seluruh negara bagian untuk memenangkan suara pemilih dalam pemilu bulan November.
·         Electoral college. Kandidat presiden yang mendapat popular vote pada pemilu bulan November tidak otomatis memenangkan pemilu. Konstitusi AS mensyaratkan dilakukannya prosesElectoral college, suatu sistem dimana setiap negara bagian menentukan elector (sekelompok orang yang terpilih) untuk memilih presiden dan wakilnya setelah pemilihan popular votedilakukan. Electoral college dilakukan pada bulan Desember di hari Senin pertama setelah hari Rabu minggu kedua.
b.      Pemilihan Kongres
Kongres terdiri atas dua badan yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Senat. Anggota dari masing-masing badan dipilih dengan cara berbeda. DPR dimaksudkan untuk menjadi badan yang paling dekat dengan rakyat, dipilih dari distrik yang relatif kecil dengan pemilihan yang lebih sering (dua tahun sekali). Setiap negara bagian dijamin akan mendapat satu kursi di DPR. Negara bagian yang jumlah penduduknya besar, akan memperoleh lebih banyak kursi di DPR.
Senat dibentuk untuk mencerminkan kepentingan negara bagian. Tiap negara bagian, tanpa mengindahkan jumlah penduduknya, akan diwakili oleh 2 senator. Dengan demikian negara-negara bagian kecil mempunyai pengaruh yang sama besarnya di Senat seperti halnya negara-negara bagian besar.

2.    Korea Selatan
Korea Selatan menggunakan sistem pemilu campuran dimana menggabungkan kedua ciri-ciri positif dari sistem pemilihan distrik dan proporsional ( sistem paralel ). Dalam sistem pemilihan ini, komponen proporsional tidak mengkompensasikan suara bagi distrik. Pemilu di Korea Selatan diadakan pada tingkat nasional untuk memilih Presiden dan Majelis Nasional. Presiden dipilih langsung untuk masa jabatan lima tahun tunggal dengan suara pluralitas. Majelis Nasional memiliki 299 anggota yang dipilih untuk masa jabatan empat tahun, 245 di satu kursi konstituen dan 54 anggota oleh perwakilan proporsional.
3.    Indonesia
Indonesia sudah menyelenggarakan sepuluh kali pemilihan umum sejak kemerdekaan Indonesia hingga tahun 2009. Sistem pemilihan umum yang dianut oleh Indonesia dari tahun 1945-2009 adalah sistem pemilihan Proporsional,  adanya usulan sistem pemilihan umum Distrik di indonesia yang sempat diajukan, namun ternyata ditolak.
Pemilu-pemilu paska Soeharto tetap menggunakan sistem proporsional dengan alasan bahwa sistem ini dianggap sebagai sistem yang lebih pas untuk Indonesia. Hal ini berkaitan dengan tingkat kemajemukan masyarakat di Indonesia yang cukup besar. Terdapat kekhawatiran ketika sistem distrik di pakai akan banyak kelompok-kelompok yang tidak terwakili khususnya kelompok kecil. Sistem Proporsional di Indonesia sendidri telah mengalami perubahan-perubahan yakni dari perubahan proporsional tertutup menjadi sistem proporsional semi daftar terbuka dan sistem proporsional daftar terbuka. Dan semua tata cara penyelenggaraan pemilu di Indonesia sudah termuat baik dalam UUD 1945 atau pun dalam Undang – Undang, seperti dalam UU No. 10 Tahun 2008 dan UU No. 23 Tahun 2003 ( Pilpres ).





BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Di dalam negara-negara demokrasi pasti terdapat pemilihan umum sebagai konsekuensinya, dengan sistem yang berbeda di tiap – tiap negara, namun demikian ada 2 sistem pokok pemilu yang umumnya dianut oleh negara – negara di seluruh dunia. 2 sistem pokok tersebut ialah Single Member Constituency /  Sistem Distrik dan Multi Member Constituency ( Proportional Representation / Sistem Perwakilan Berimbang ), disamping terdapat sistem yang lainnya seperti Single Non Transferable Vote ( SNVT ) dan Borda Count.
Masing – masing sistem memliliki kelebihan dan kekurangannya. Dari masing – masing kelebihan yang dimiliki sistem distrik dan proporsional, maka terdapat sistem gabungan ( mixed sistem ) yang mengambil kelebihan – kelebihan dari kedua sistem tersebut.
Tiap – tiap negara menganut sistem pemilu yang berbeda satu dengan yang lainnya dengan penerapan sesuai dengan konstitusi masing – masing negara, yang juga melihat dari kondisi suatu negara tersebut. Seperti  Indonesia, dengan  tingkat kemajemukan masyarakat di Indonesia yang cukup besar, maka dipandang Indonesia lebih pas menggunakan sistem pemilu proporsional dibandingkan sistem distrik, oleh karena terdapat kekhawatiran ketika sistem distrik di pakai akan banyak kelompok-kelompok yang tidak terwakili khususnya kelompok kecil.
             



DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo, Miriam. Dasar – Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.
id.wikipedia.org/wiki/Sistem

Tidak ada komentar:

Posting Komentar