MAKALAH
SISTEM PEMILIHAN UMUM DI DUNIA
Disusun
Oleh:
1. Mohammad
Ali HasanTualeka 3301412077
2. Tika Indriani 3301412080
3. Ginawan Rianto 3301412102
4. Zuliya Loka Sari 3301412081
5. Zakiyatul Fakhiroh 3301412112
6. Yosi Setiaji 3301412064
7. Intan Nur Suciani 3301412070
8. Atmini 3301412058
9. Gesti Aprilia 3301412090
10. Junandi 3301412111
JURUSAN POLITIK DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Pemilihan
umum adalah sebuah konsekuensi dari pemerintahan yang menganut sistem demokrasi
seperti Indonesia dan Amerika. Pemilihan umum melibatkan seluruh lapisan
masyarakat suatu negara yang memiliki hak yang sama, yaitu setiap masyarakat
yang telah memenuhi persyaratan dalam pemilu berhak untuk memilih dan dipilih
dan hasilnya berdasarkan perolehan suara tertinggi, pemilihan umum dilakukan
sebagai upaya untuk mencapai sebuah suara politik warga negara yang diharapkan
nantinya menghasilkan berbagai kepentingan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara
Dikebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum di anggap lambang sekaligus tolak ukur dari demokrasi itu. Hasil pemilihan umum yang
diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan dengan akurat partisipasi serta aspiras imasyarakat. Sekalipun
demikiannya tersebut, disadari bahwa pemilihan umum tidak merupakan
satu-satunya tolak ukur dan perlu dilengkapi dengan pengukuran beberapa
kegiatan lain bersifat berkesinambungan, seperti partisipasi dalam kegiatan
partai, lobbying, dan sebagainya.
Di
banyak negara Dunia Ketiga beberapa kebebasan seperti yang dikenal di dunia Barat
kurang diindahkan atau sekurang-kurangnya diberi tafsiran yang berbeda. Dalam
situasi semacam ini, setiap analisis mengenai hasil pemilihan umum harus
memperhitungkan faktor kekurang bebasan itu serta kemungkinan adanya faktor
mobilisasi yang sedikit banyak mengandung unsur paksaan
BAB II
RUMUSAN
MASALAH
1. Menjelaskan
mengenai pengertian sistem pemilihan umum.
2. Menjelaskan
macam-macam sistem pemilihan umum yang
ada di dunia.
3.
Menjelaskan tentang
penerapan sistem pemilihan umum di beberapa negara.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sistem
Pemilihan Umum
Sebelum
memahami definisi sistem pemilihan umum, perlu juga mengetahi pengertian dari sistem, sistem berasal dari bahasa
Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) adalah suatu kesatuan yang
terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi untuk mencapai suatu tujuan. Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu set entitas
yang berinteraksi, di mana
suatu model
matematika sering kali bisa dibuat. Kemudian
pemilhan umum adalah sebuah konsekuensi dari pemerintahan yang menganut sistem
demokrasi, Pemilihan umum juga melibatkan seluruh lapisan masyarakat suatu
negara yang memiliki hak yang sama, yaitu setiap masyarakat yang telah memenuhi
persyaratan dalam pemilu berhak untuk memilih dan dipilih dan hasilnya
berdasarkan perolehan suara tertinggi, pemilihan umum dilakukan sebagai upaya
untuk mencapai sebuah suara politik warga negara yang diharapkan nantinya
menghasilkan berbagai kepentingan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sistem Pemilihan Umum adalah metode yang
mengatur dan memungkinkan warganegara memilih para wakil rakyat diantara mereka sendiri. Metode berhubungan dengan prosedur dan aturan merubah ( mentransformasi ) suara ke kursi di lembaga perwakilan dan
suara rakyat dalam memilih pemimpin negara. Mereka sendiri maksudnya yang
memilih maupun yang hendak
dipilih
merupakan bagian dari satu entitas yang sama. Kualitas suatu sistem pemilu lebih banyak memang terletak pada nilai demokratis didalamnya, dalam artian hanya terkait dengan bagaimana pemilu dapat memberikan hak kepada setiap pemilih untuk memberikan suaranya sesuai dengan keyakinan pilihannya, dan bagaimana setiap kontestan pemilihan akan memperoleh dukungan secara adil, yaitu peluang yang sama bagi setiap kandidat untuk meraih kemenangan.
B.
Macam - Macam
Sistem Pemilihan Umum di
Dunia
Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum, akan tetapi umumnya berkisar pada beberapa prinsip pokok, yaitu :
1.
Single Member Constituency / Sistem Distrik..
2.
Multi Member Constituency ( dinamakan Proportional Representation / Sistem Perwakilan Berimbang ).
Namun demikian, terdapat juga sistem dimana gabungan
dari kedua sistem pokok tersebut serta ada beberapa sistem lainnya.
a. Single Member Constituency / Sistem Distrik.
Dalam sistem
ini satu wilayah kecil (distrik pemilihan) memilih satu wakil tunggal atas
dasar pluralitas (suara terbanyak). Sistem ini merupakan sistem pemilihan yang paling tua dan didasarkan
atas kesatuan geografis. Setiap kesatuan geografis (yang biasanya disebut
distrik karena kecilnya daerah yang diliputi) mempunyai satu wakil dalam dewan
perwakilan rakyat. Untuk keperluan itu negara dibagi dalam sejumlah besar
distrik dan jumlah wakil rakyat dalam dewan perwakilan rakyat ditentukan
oleh jumlah distrik. Calon yang dalam satu distrik memperoleh suara yang
terbanyak menang, sedangkan suara-suara yang ditujukan kepada calon-calon lain dalam
distrik itu dianggap hilang dan tidak diperhitungkan lagi, bagaimana kecil pun
selisih kekalahannya. Sistem ini
sering digunakan di Negara yang memiliki sistem dwi-partai seperti Inggris dan
bekas jajahannya ( Amerika, India dan Malaysia ).
Kelebihan sistem distrik, yaitu :
1.
Karena
kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk distrik,
sehingga hubungannya dengan penduduk distrik lebih erat. Dengan demikian dia
akan lebih terdorong untuk memperjuangkan kepentingan distrik. Lagipula, ke dudukannya terhadap partainyaakan
lebih bebas, oleh karena dalam pemilihan semacam ini faktor personalitas dan
kepribadian seseorang merupakan faktor
yang penting.
2. Sistem ini lebih mendorong ke arah
integrasi partai-partai politik karena kursi yang diperebutkan dalam setiap
distrik pemilihan hanya satu. Hal ini akan mendorong partai-partai untuk
menyisihkan perbedaan-perbedaan yang ada dan mengadakan kerja sama. Disamping
kecenderungan untuk membentuk partai baru dapat sekedar dibendung, sistem ini
mendorong ke arah pe nyederhanaan partai tanpa diadakan paksaan. Maurice Du verger berpendapat bahwa
dalam negara seperti Inggris dan Amerika sistem
ini telah memperkuat berlangsungnya sistem dwi partai.
3. Berkurangnya partai dan meningkatnya
kerjasama antara partai-partai mempermudah terbentuknya pemerintah yang stabil
dan mempertingkat stabilitas nasional.
4. Sistem ini sederhana dan murah untuk
diselenggarakan.
Disamping kelebihan, sistem distrik
juga memiliki kelemahan, yaitu :
1. Sistem ini kurang memperhitungkan
adanya partai-partai kecil dan golongan minoritas, apalagi jika golongan ini
terpencar dalam beberapa distrik.
2. Sistem ini kurang representatif
dalam arti bahwa calon yang kalah dalam suatu distrik, kehilangan suara-suara
yang telah mendukungnya. Hal ini berarti bahwa ada sejumlah suara yang tidak
diperhitungkan sama sekali; dan kalau ada beberapa partai yang mengadu
kekuatan, maka jumlah suara yang hilang dapat men capai jumlah yang besar. Hal
ini akan dianggap tidak adil oleh golongan-golongan yang merasa dirugikan.
3. Muncul kemungkinan wakil terpilih
cenderung lebih mementingkan kepentingan distriknya dibandingkan kepentingan
nasional.
Beberapa
varian sistem pemilu yang lebih dekat ke sistem distrik :
Ø Block Vote ( BV )
Sistem
ini adalah penerapan pluralitas suara dalam distrik dengan lebih dari 1 wakil.
Pemilih punya banyak suara sebanding dengan kursi yang harus dipenuhi di
distriknya, juga mereka bebas memilih calon terlepas dari afiliasi partai
politiknya.Mereka boleh menggunakan banyak pilihan atau sedikit pilihan, sesuai
kemauan pemilih sendiri.
Ø Alternative Vote ( AV )
Alternate Vote (AV) sama dengan Sistem Pemilu Distrik sebab dari setiap distrik dipilih
satu orang wakil saja. Bedanya, dalam AV pemilih melakukan ranking terhadap
calon-calon yang ada di surat suara (ballot). Misalnya rangking 1 bagi favoritnya, rangking 2 bagi pilihan keduanya,
ranking 3 bagi pilihan ketida, dan seterusnya. Oleh sebab
itu memungkinkan pemilih mengekspresikan pilihan mereka di antara kandidat yang
ada, daripada
hanya memilih 1 saja seperti di sistem distrik.
Ø Two Round Sistem ( TRS )
Two Round Sistem (TRS) adalah sistem
pemilu yang
juga didasarkan pada pluralitas/mayoritas
di mana proses pemilu tahap 2 akan diadakan jika pemilu tahap 1 tidak ada yang
memperoleh suara mayoritas yang ditentukan sebelumnya (50% + 1). TRS
menggunakan sistem yang sama dengan sistem distrik / sistem BV. Dalam TRS, calon atau partai yang menerima proporsi suara
tertentu memenangkan pemilu, tanpa harus diadakan putaran ke-2. Putaran ke-2
hanya diadakan jika suara yang diperoleh pemenang tidak mayoritas.
b.
Multi Member Constituency ( dinamakan Proportional Representation / Sistem Perwakilan Berimbang ).
Dasar pemikiran Proporsional adalah kesadaran untuk
menerjemahkan penyebaran suara pemilih bagi setiap partai menurut proporsi
kursi yang ada di legislatif.
Dalam sistem ini, satu wilayah danggap sebagai satu kesatuan, dan dalam wilayah
itu jumlah kursi dibagi sesuai jumlah suara yang diperoleh oleh para kontestan,
secara nasional, tanpa menghiraukan distribusi suara itu. Dalam
sistem ini
setiap suara dihitung, dalam arti bahwa suara lebih yang diperoleh oleh sesuatu
partai atau golongan dalam suatu daerah pemilihan dapat ditambahkan pada jumlah
suara yang diterima oleh partai atau golongan itu dalam daerah pemilihan lain.
untuk menggenapkan jumlah suara yang diperlukan guna memperoleh kursi tambahan. Jika sistem distrik sering digunakan di negara
yang menganut sistem dwi-partai, maka sistem proposional banyak digunakan di
negara yang menganut sistem banyak partai seperti Belanda, Italia, Swedia,
Belgia dan di negara Indonesia sendiri.
Sistem pemilu Proporsional terbagi 2, yaitu Proporsional
Daftar dan Single Transferable Vote (STV).
Ø
Proporsional
Daftar
Dalam sistem
ini setiap partai memuat daftar
calon-calon bagi setiap daerah/distrik pemilihan.Calon diurut berdasarkan nomor
(1, 2, 3, dan seterusnya). Pemilih memilih partai, dan partai menerima kursi
secara proporsional dari total suara yang dihasilkan. Calon yang nantinya duduk
diambil dari yang ada di daftar tersebut. Jika
kursi hanya mencukupi untuk 1 calon, maka calon nomor urut 1 saja yang masuk ke
parlemen.
Ø
Single
Transforable Vote ( STV )
STV menggunakan satu distrik lebih dari satu wakil, dan pemilih
merangking calon menurut pilihannya di kertas suara seperti pada Alternate
Vote. Dalam memilih, pemilih dibebaskan untuk merangking ataupun cukup
memilih satu saja. Sistem ini dipakai di Malta dan Republik Irlandia.
Kekurangan dari Sistem Proporsional
1. Sistem ini mempermudah fragmentasi
partai dan timbulnya partai-partai baru. Sistem ini tidak menjurus ke arah
integrasi bermacam-macam golongan dalam masyarakat; mereka lebih cenderung
untuk mempertajam perbedaan-perbedaan yang ada dan kurang terdorong untuk
mencari dan memanfaatkan persamaan-persamaan. Umumnya dianggap bahwa sistem
ini mempunyai akibat memperbanyak jumlah partai.
2. Wakil yang terpilih merasa dirinya
lebih terikat kepada partai dan kurang merasakan loyalitas kepada daerah yang
telah memilihnya. Hal ini disebabkan oleh karena dianggap bahwa dalam pemilihan
semacam ini partai lebih menonjol peranannya daripada kepribadian seseorang.
Hal ini memperkuat kedudukan pimpinan partai.
3. Banyaknya partai mempersukar terbentuknya pemerintah yang stabil, oleh
karena umumnya harus mendasarkan diri atas koalisi dari dua partai atau lebih.
Disamping kekurangan, sistem ini juga memiliki
kelebihan, yaitu :
1. Secara konsisten mengubah setiap
suara menjadi kursi yang dimenangkan, dan sebab itu menghilangkan
“ketidakadilan” seperti sistem yang didasarkan pada mayoritas
yang “membuang” suara kalah.
2. Mewujudkan formasi calon dari
partai-partai politik atau yang kelompok yang “satu ide” untuk dicantumkan di
daftar calon, dan ini mengurangi perbedaan kebijakan, ideologi, atau
kepemimpinan dalam masyarakat.
3. Mampu mengangkat suara yang kalah
(bergantung Threshold).
4. Memfasilitasi partai-partai
minoritas untuk punya wakil di parlemen.
5. Membuat partai-partai politik
berkampanye di luar “basis wilayahnya.”
6. Memungkinkan tumbuh dan stabilnya
kebijakan, oleh sebab Proporsional menuntun pada kesinambungan pemerintahan,
partisipasi pemilih, dan penampilan ekonomi.
7.
Memungkinkan partai-partai politik
dan kelompok kepentingan saling berbagi kekuasaan.
c.
Gabungan
dari Kedua Sistem ( Distrik dan Proporsional )
Gabungan dari sistem distrik dan
proporsional sering disebut dengan sistem campuran/mixed sistem. Sistem Campuran bertujuan memadukan ciri-ciri positif yang berasal dari
sistem distrik ataupun Proporsional. Dalam sistem campuran, terdapat 2 sistem pemilu
yang jalan beriringan, meski masing-masing menggunakan metodenya sendiri. Suara
diberikan oleh pemilih yang sama dan dikontribusikan pada pemilihan wakil
rakyat di bawah kedua sistem tersebut. Satu menggunakan sistem distrik dan lainnya adalah
Proporsional Daftar. Terdapat dua
bentuk sistem campuran, yaitu :
Ø Mixed Member Proportional ( MMP )
Disebut MMP Jika hasil
dari dua sistem pemilihan dihubungkan, dengan alokasi kursi di sisi sistem
Proporsional bergantung pada apa yang terjadi di sistem distrik. kursi sistem
Proporsional dianugrahkan bagi setiap hasil yang dianggap tidak proporsional. MMP digunakan di
Albania, Bolivia, Jerman, Hungaria, Italia, Lesotho, Meksiko, Selandia Baru,
dan Venezuela.
Ø
Paralel
Jika 2 perangkat sistem pemilihan tidak betrhubungan dan dibedakan, dan satu sama lain tidak saling bergantung. Komponen Proporsional
tidak mengkompensasikan sisa suara bagi distrik yang menggunakan sistem distrik. Pada
sistem Paralel, seperti juga pada MMP, setiap pemilih mungkin menerima hanya
satu surat suara yang digunakan untuk memilih calon ataupun partai (Korea
Selatan) atau surat suara terpisah, satu untuk kursi sistem distrik dan satunya
untuk kursi Proporsional (Jepang, Lithuania, dan Thailand).
d.
Sistem
Lainnya
Ø Single Non Transferable Vote ( SNVT )
Di dalam SNTV, setiap pemilih
memiliki satu suara bagi tiap calon, tetapi (tidak seperti Distrik) adalah lebih dari satu kursi yang harus diisi di tiap
distrik pemilihan. Calon-calon dengan total suara tertinggi mengisi posisi. SNTV digunakan di untuk pemilihan
badan legislatif di Afghanista, Yordania, Kepulauan Pitcairn dan Vanuatu, untuk
pemilihan Dewan Perwakilan Daerah di Indonesia dan Thailand, serta 176 dari 225
kursi di Taiwan yang menggunakan sistem Paralel.
Ø
Borda
Count
Borda Count adalah sistem yang
digunakan di Nauru (sebuah negara di Pasifik). Sistem ini adalah sistem
pemilihan preferensi dimana pemilih merangking kandidat seperti pada Altenative
Vote. Ia dapat digunakan pada distrik
dengan satu atau lebih wakil. Hanya satu yang dipilih, tidak ada eliminasi.
Rangking pertama diberi nilai 1, ranking kedua diberi nilai 1/2 , rangkin ketiga diberi nilai 1/3 dan seterusnya. Kandidat
dengan total nilai tertinggi dideklarasikan sebagai pemenang.
C.
Beberapa Negara Dengan Sistem Pemilunya
1. Amerika Serikat
Secara umum, Pemilu Amerika Serikat
menganut sistem pemilu Distrik seperti yang sudah dipaparkan diatas, namun
secara rinci dijelaskan sebagai berikut.
Amerika Serikat
menggelar pemilihan
pada setiap tahun genap di wilayah federal dan sebagian besar negara bagian
serta lokal untuk berbagai jabatan pemerintahan di AS. Beberapa negara bagian
dan wilayah lokal mengadakan pemilihan setiap tahun ganjil. Setiap empat tahun,
warga Amerika memilih seorang presiden dan wakilnya. Sedangkan setiap
dua tahun, warga Amerika memilih ke 435 anggota DPR AS dan kira-kira sepertiga dari
100 anggota Senat
Amerika Serikat. Masa bakti setiap senator enam tahun. Ada dua ragam dasar pemilu AS,
pemilihan pendahuluan dan pemilihan
umum.
Pemilihan pendahuluan dilakukan sebelum pemilihan umum untuk menentukan
calon-calon dari partai yang akan maju untuk pemilihan
umum. Para calon yang menang dalam pemilihan pendahuluan selanjutnya mewakili
partainya dalam pemilu.
a. Pemilihan Presiden
Setiap empat tahun,
pemilu untuk presiden AS digelar pada Selasa pertama setelah Senin pertama
bulan November. Berikut adalah tahapan pemilu presiden Amerika Serikat:
·
Negara-negara bagian melakukan pemilihan
pendahuluan atau kaukus untuk menentukan calon-calon dari partai yang akan
mengikuti konvensi nasional.
·
Konvensi nasional, suatu ajang dimana
calon-calon partai hasil kaukus akan diseleksi dan salah satunya kemudian
ditetapkan sebagai kandidat presiden.
·
Kampanye dan pemilu. Calon dari setiap
partai akan berkampanye ke seluruh negara bagian untuk memenangkan suara
pemilih dalam pemilu bulan November.
·
Electoral
college. Kandidat presiden yang mendapat popular vote pada
pemilu bulan November tidak otomatis memenangkan pemilu. Konstitusi AS
mensyaratkan dilakukannya prosesElectoral college, suatu sistem dimana
setiap negara bagian menentukan elector (sekelompok orang yang terpilih) untuk
memilih presiden dan wakilnya setelah pemilihan popular votedilakukan. Electoral college dilakukan pada bulan Desember di hari
Senin pertama setelah hari Rabu minggu kedua.
b. Pemilihan Kongres
Kongres terdiri atas dua badan yaitu Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR)
dan Senat. Anggota dari masing-masing badan dipilih dengan cara berbeda. DPR
dimaksudkan untuk menjadi badan yang paling dekat dengan rakyat, dipilih dari
distrik yang relatif kecil dengan pemilihan yang lebih sering (dua tahun
sekali). Setiap negara bagian dijamin akan mendapat satu kursi di DPR. Negara
bagian yang jumlah penduduknya besar, akan memperoleh lebih banyak kursi di
DPR.
Senat dibentuk untuk mencerminkan
kepentingan negara bagian. Tiap negara bagian, tanpa mengindahkan jumlah
penduduknya, akan diwakili oleh 2 senator. Dengan demikian negara-negara bagian
kecil mempunyai pengaruh yang sama besarnya di Senat seperti halnya negara-negara
bagian besar.
2.
Korea
Selatan
Korea
Selatan menggunakan sistem pemilu campuran dimana menggabungkan kedua ciri-ciri
positif dari sistem pemilihan distrik dan proporsional ( sistem paralel ). Dalam sistem pemilihan ini, komponen proporsional tidak mengkompensasikan
suara bagi distrik. Pemilu di Korea Selatan diadakan pada tingkat nasional untuk memilih
Presiden dan Majelis Nasional. Presiden
dipilih langsung untuk masa jabatan lima tahun tunggal dengan suara pluralitas. Majelis Nasional
memiliki 299 anggota yang dipilih untuk masa jabatan empat tahun, 245
di satu kursi konstituen dan 54 anggota
oleh perwakilan proporsional.
3. Indonesia
Indonesia sudah menyelenggarakan sepuluh
kali pemilihan umum sejak kemerdekaan Indonesia hingga tahun 2009. Sistem
pemilihan umum yang dianut oleh Indonesia dari tahun 1945-2009 adalah sistem
pemilihan Proporsional, adanya usulan sistem pemilihan umum Distrik di
indonesia yang sempat diajukan, namun ternyata
ditolak.
Pemilu-pemilu paska Soeharto tetap
menggunakan sistem proporsional dengan alasan bahwa sistem ini dianggap sebagai
sistem yang lebih pas untuk Indonesia. Hal ini berkaitan dengan tingkat
kemajemukan masyarakat di Indonesia yang cukup besar. Terdapat kekhawatiran
ketika sistem distrik di pakai akan banyak kelompok-kelompok yang tidak
terwakili khususnya kelompok kecil. Sistem
Proporsional di Indonesia sendidri telah mengalami perubahan-perubahan yakni
dari perubahan proporsional tertutup menjadi sistem proporsional semi daftar
terbuka dan sistem proporsional daftar terbuka. Dan semua tata cara penyelenggaraan pemilu di
Indonesia sudah termuat baik dalam UUD 1945 atau pun dalam Undang – Undang,
seperti dalam UU No. 10 Tahun 2008 dan UU No. 23 Tahun 2003 ( Pilpres ).
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Di dalam negara-negara demokrasi pasti terdapat pemilihan umum sebagai
konsekuensinya, dengan sistem yang berbeda di tiap – tiap negara, namun
demikian ada 2 sistem pokok pemilu yang umumnya dianut oleh negara – negara di
seluruh dunia. 2 sistem pokok tersebut ialah Single
Member Constituency / Sistem Distrik dan Multi Member Constituency ( Proportional
Representation / Sistem Perwakilan Berimbang ), disamping terdapat
sistem yang lainnya seperti Single Non Transferable Vote ( SNVT )
dan Borda Count.
Masing – masing sistem memliliki kelebihan dan
kekurangannya. Dari masing – masing kelebihan yang dimiliki sistem distrik dan
proporsional, maka terdapat sistem gabungan ( mixed sistem ) yang mengambil kelebihan – kelebihan dari kedua
sistem tersebut.
Tiap – tiap negara menganut sistem pemilu yang
berbeda satu dengan yang lainnya dengan penerapan sesuai dengan konstitusi
masing – masing negara, yang juga melihat dari kondisi suatu negara tersebut.
Seperti Indonesia, dengan tingkat kemajemukan
masyarakat di Indonesia yang cukup besar, maka dipandang Indonesia lebih pas menggunakan sistem pemilu proporsional
dibandingkan sistem distrik, oleh karena terdapat
kekhawatiran ketika sistem distrik di pakai akan banyak kelompok-kelompok yang
tidak terwakili khususnya kelompok kecil.
DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo, Miriam. Dasar – Dasar
Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.
id.wikipedia.org/wiki/Sistem